Di kalangan teman-teman penikmat Kereta Api khususnya KA Decauviile atau KA yang mengangkut hasil perkebunan atau pertambangan pasti tidak asing dengan istilah”lori”.
Ya lori atau gerbong pengangkut hasil perkebunan dan tambang ini memang beda dengan gerbong kereta api pada umumnya. Ukuran yang lebih kecil, model yang lebih simple dan yang jelas berat atau bobot yang lebih ringan yang jadi perbedaan mencolok.
Selain itu gerbong lori ini kebanyakan tidak memiliki rem, walau beberapa unit ada yang di lengkapi rem manual bawaan dari pabrik yang di putar dengan tangan dan tidak terkoneksi dengan rem dari lokomotif atau model rem dari rangkaian.
Lori pengangkut Tebu buatan Du Croo & Brauns (Belanda) yang di export ke Surabaya.
Model ini banyak di pergunakan di area Pabrik Gula di Jawa Timur
Lori ini sebetulnya ada beberapa jenis, tetapi kebanyakan lori di pulau Jawa adalah lori untuk sarana angkutan perkebunan terutama angkutan tebu. Saat ini yang akan saya bahas adalah lori yang fungsi utamanya adalah membawa tebu dari ladang menuju pabrik.
Sejarah adanya lori sampai saat ini masih belum jelas, tetapi bisa di pastikan penemuan lori pertamakali bersamaan dengan penemuan Kereta Api Decauvile yaitu sekitar tahun 1985 oleh Paul Decauville. Decauville sendiri alah sebutan KA dengan rel ukuran kecil yang fungsi utamanya adalah mengangkut hasil perkebunan dan tambang. Walau akhirnya perkembangan jalur Decauville ini menjadi angkutan prajurit ke medan perang oleh militer maupun untuk angkutan penumpang jarak dekat.
Kembali ke lori, Di pulau Jawa ini hampir seluruh pabrik gula menggunakan lori sebagai sarana angkutan batang tebu dari ladang ke dalam area pabrik, sampai akhirnya jasa lori tidak di pergunakan mulai tahun 1990an dan saat ini hanya sebagian saja pabrik gula di pulau jawa yang masih menggunakan jasa lori sebagai angkutan tebu. Sebagian lain nya hanya menggunakan lori sebagai sarana penampungan sementara di area emplasemen pabrik dan sebagian yang lain sudah menggunakan truck sebagai sarana angkutan tebu maupun untuk transit menuju ke penggilingan.
Untuk macam jenis pabrikan pembuat lori di Indonesia menurut sumber Rietsuikerfabriken Op Java en Hare Machinerieen (1930), kebanyakan berasal dari Du Croo & Brauns (Belanda), Orenstein Koppel (Jerman), H. E. Oving JRs (Belanda) dan beberapa merk lain seperti Krupp (Jerman)
Untuk saat ini kebanyakan lori yang masih beroperasi sudah tidak original alias asli seperti dulu, dikarenakan selain ada proses peremajaan dan perbaikan rangka. Kebanyakan bagian lori yang masih asli dari zaman kolonial adalah As-Pot, dan rangka bawah saja. Sedangkan untuk bagian yang lain sudah di perbarui.
Salah satu gambar teknis Lori yang berasal dari pabrikan Orenstein & Koppel (jerman)
Lori tebu di Indonesia/Hindia Belanda pada umumnya memiliki model 2 gandar / 4roda yang bermodel rigit tanpa adanya suspensi atau peredam kejut. Tetapi penulis pernah menemukan kenyataan di lapangan ada yang memiliki suspensi dengan model pegas daun maupun pegas keong/per yang mungkin sudah modifikasi dari masing” bengkel lori pabrik gula. Model As-Pot pada lori juga ada 2 macam, antara lain model bering/laker dan model bantalan pelumas tanpa laker (plain bearing).
Untuk lebar gauge/lebar rel pada lori bervariasi mulai dari yang terkecil 600mm sampai dengan yang paling lebar 900mm. Untuk alat perangkainya sendiri pada umumnya menggunakan rantai saja, dikarenakan hanya untuk angkutan perkebunan jadi faktor kenyaman tidak diutamakan.
Lori yang masih di pergunakan mengambil tebu ke ladang. Lori ini di buat oleh Orenstein & Koppel.
PG Krebet Baru – Malang
Untuk masalah berat, lori ini juga memiliki banyak variasi, tergantung dari model dan jenisnya. Pada umumnya berat lori ini antara 700-850kg sedangkan berat tonase yang dapat di bawa lori ini antara 7-8 ton. Rata-rata kecepatan maxsimal lori ini apabila di tarik lokomotif tidak melebihi 40km/jam di karenakan tidak tersedianya rem.
Gambar lori yang di keluarkan dari 2 pabrikan berbeda,
gambar 33. Lori yang di lengkapi dengan rem Tangan Manual produksi Ducroo & Brauns.
gambar 34. Lori biasa produksi Orenstein & Koppel.
Mungkin baru ini yang bisa saya bagikan ke teman-teman tentang Lori Pabrik gula, masih banyak lori-lori yang lain, dan yang jelas riset saya tidak akan hanya berhenti di tulisan ini kelanjutan tulisan ini pasti ada…
Tetapi sampai kapankan lori-lori ini masih bisa bertahan? apakah akan menjadi besi tua semata?
Dwi Soediono says:
Ditunggu bahasan berikutnya tentang lori ini mas Yoga..,terutama yang tajuk satu sisi saja spt yg pernah ada di pg pesantren kediri sblm era pesantren baru…
yogacokro says:
kebetulan yang saya bahas hampir universal PG yang ada di Indonesia. untuk pesantren sendiri masih kukurangan refrensi. 🙂
budi darmawan says:
luar biasa sekali informasinya.. thanks
yogacokro says:
Sama-sama.
Agus Tinus says:
Kenapa jarak sumbu roda untuk lori2 angkutan tebu dan lokomotifnya, cenderung pendek dibandingkan dgn panjang bodinya??? Dan khusus untuk lori, jarak sumbu roda juga gak beda jauh dgn gaugenya. Bukankah kalo jarak sumbu roda semakin jauh, pergerakan lori semakin stabil??? Apa jarak sumbu roda ini berhubungan dgn radius putar track??
Widya Wardhana says:
Mohon informasi kira-kira berat lokomotif lori tebu berapa ton? Sumbernya dapat dari mana? Widy
Yoga Cokro P. says:
ada dari koleksi literasi saya, beberapa dari sumber web online komunitas di Jerman/Belanda.