Pada bagian pertama saya membahas sejarah kereta Praalwagen dan restorasinya, selanjutnya saya akan menuliskan cerita akhir dari restorasi berikut pengirimannya menuju Solo.
Kurang lebih sudah 70% proses restorasi Praalwagen ini berjalan, restorasi pun berjalan lancar tidak banyak kekurangan komponen dari kereta yang satu-satunya ada di Indonesia. Meski foto kereta ini terlambat datang sebagai sumber refrensi, namun kemiripannya sudah masuk kategori sempurna. Kaca-kaca yang pecah telah dipasang kembali, ajaib memang Balai Yasa Perumka Yogyakarta masih menyimpan suku cadangnya. Badan kayu yang sebelumnya rusak dan berkarat karena lama diterpa panas dan hujan di kebun balai yasa. Rangka bawahnya tergolong utuh dan baik hanya perlu pengecatan agar karat-karat tidak kembali bermunculan. Sepatu rem roda masih mempergunakan aslinya ketika dipergunakan pada 1939. Aspot roda kembali diperbaiki dan dilumasi. Sistem dan selang rem dipasang, namun sayang buffer dan pengait khas 1435mm milik NIS tidak ikut serta, infonya sudah dicopot lama dan sudah hilang entah kemana.
Selesai proses restorasi kereta ini dikeluarkan dari loss khusus yang pada thread sebelumya diceritakan ditutup dengan kain putih. Infonya ketika proses restorasi sendiri dupa dan kemenyan tidak pernah absen. Sebagai salah satu pusaka yang direstorasi hal ini adalah mutlak.
Tepat pada Kamis 8 Oktober 1998 Abdi dalem kraton Kasunanan Surakarta tiba dan siap menjemput “pusaka yang hilang” pulang kembali ke solo. Serangkaian prosesi slametan sebelum pulang dilaksanakan, Nasi Kuning, Ingkung Ayam dan tidak lupa juga doa-doa dipanjatkan untuk memohon keselamatan selama prosesi pemindahan.
Rangkaian kereta telah dipersiapkan, KLB (Kereta Luar Biasa) ini terdiri dari 1 lokomotif DH tipe BB300 03 (punokawan) + 1 K1 Kuset milik senja utama solo + 1 K3 (K3-65616). dan pada urutan terakhir adalah kereta Praalwagen. Kereta ini diberangkatakan dari stasiun Lempuyangan kurang lebih pukul 10 siang dan berhenti di setiap stasiun di lintas Jogja-Solo. Rangkaian KLB ini berhenti bukan tanpa alasan, namun untuk mengecek aspot (dudukan roda) milik Praalwagen yang cepat panas dan menunjukan gejala aspan (aspot panas). Apabila dipaksakan roda akan seret dan kereta tidak dapat berjalan. Pada foto yang saya lampirkan adalah posisi cek aspot di stasiun Klaten.
Proses pengiriman kereta ini juga memiliki cerita magis, dimana sepanjang perjalanan dari Klaten-Solo diikuti hujan deras. Lokomotif sendiri terseok-seok menarik rangkaian yang terdiri dari 3 kereta ini. Seperti menarik rangkaian kereta yang panjang BB300 03 pun kewalahan. Beberapa abdi dalem didalam kereta juga membakar dupa termasuk sesaji. Menurut cerita yang saya dapatkan dari Om Hao kereta ini tidak mau pulang ke Solo dan tetap memilih tinggal di Jogjakarta karena PB X dimakamkan di Makam Imogiri Bantul (Yogyakarta). Secara gaib nya kereta ini maunya di Yogyakarta menemani sang pemilik.
Pak Jumadi yang sewaktu itu merupakan kepala proyek restorasi ikut dalam kereta jenazah dan menurut cerita beliau kereta ini harus di tepuk-tepuk lantainya supaya tidak ngambek sambil di bacakan kalimat dalam bahasa jawa (enggak usah ngambek, kan mau pulang). Percaya atau enggak silahkan.
He He.
Kurang lebih 4-5 jam kereta ini tiba di Stasiun Solo Jebres (SK) kemudian pihak Balai Yasa Perumka Yogyakarta memberikan “kunci” kereta ini kepada pihak Kraton Kasunanan Surakarta untuk proses pemindahan selanjutnya menggunakan truck dari Stasiun Solo Jebres menuju alun-alun selatan.
Sayang sekali saya sudah tidak memiliki cerita pemindahan dari Solo Jebres ke Alun-Alun.
Selesai.
Arifin Soetiyo says:
Sangat bagus topik kesejarahan dan mudah dicerna tata bahasanya ….
Yoga Cokro P. says:
ampun pakkk