Seperti cerita sebelumnya, om Soni Gumilang alias bapak admin Kereta Nostalgia chatting saya di WA pribadi. Gak tahu ini om Soni rajin sekali chatting saya perihal artikel atau penelusuran yang menarik. Sering kali saya harus pusing sepuluh keliling cari tulisan atau refrensi terkait di lemari. Yang bikin saya pusing kali ini adalah cerita sebuah lokomotif terberat di Jawa yang dilewatkan jalur kereta api dari Yogyakarta-Magelang-Secang-Gemawang-Bedono dan berakhir di Ambarawa.
Ya, kalian gak salah baca “Lokomotif Terberat di Jawa” kalo melihat statusnya, lokomotif ini adalah tipe Mallet DD. Beberapa railfans dari luar negeri menyebut lokomotif ini adalah “Iron Dinosaur” karena fisiknya yang besar dan gagah. Railfan kita bilangnya Indonesian Big Boy walaupun sistem uapnya berbeda dengan Big Boy yang Simple Articulated. Kalo DD52 itu sistemnya Mallet Articulated.
Oke, balik ke topik bahasan. Pertama saya kutip dari artikel J.J.G. Oegema dalam bukunya De Stoom Tractie op Java en Sumatra yang beliau menulisakan: “After the cogwheel locomotives become available, all kinds of equipment will be transported, even heavy 1DD mallets with a dead weight of 106 tons, for which three cogwheel locomotives are needed.” Kesimpulan dari kutipan diatas adalah setelah lokomotif bergigi tersedia setelah perbaikan (Yang dimaksud lokomotif tipe B25) Semua jenis peralatan akan diangkut, bahkan lokomotif berat Tipe 1DD dengan bobot mati 106 ton, untuk itu diperlukan 3 lokomotif bergigi. Yap dibutuhkan sebanyak 3 unit sekaligus lokomotif tipe B25 untuk membawa 1 lokomotif monster tipe 1DD, Sebuah kabar baik saya dan teman-teman berhasil menelusuri lokomotif 1DD yang dimaksud oleh Oegema, yaitu lokomotif tipe DD52 atau SS 1250.
Lalu apa sebab loko besar ini bisa lewat Magelang sampai ke Ambarawa? Saya dibantu salah satu teman di luar negeri untuk mendapatkan info terakit. Tidak terlepas admin Kereta Deli juga ikut membantu saya mendapatkan artikel dari majalah Spoor en Tramwagen edisi Januari 1950.
Menurut majalah Spoor en Tramwagen edisi Januari 1950 dari artikel yang ditulis G. Hoos, inspektur Vereenigde Spoorwegen setelah agresi militer pertama banyak jalur kereta api terputus diantaranya Semarang-Jogja, kemudian pada pertengahan 1949 jalur antara Semarang-Jogja berangsur dipulihkan. Namun masih banyak jembatan yang rusak dan tidak dapat dilalui lokomotif dengan beban yang berat. Untuk jalur Jogja-Kroya juga belum pulih karena salah satu jembatan vital yaitu jembatan sungai Progo masih rusak setelah dibom tentara republik. Dalam kondisi yang serba susah ini SS/VS membutuhkan armada lokomotif untuk mendukung kegiatannya di Jawa Barat. Beberapa lokomotif besar tipe DD52 baru saja selesai perbaikan di Bengkel Pengok Yogyakarta. Ya, Bengkel bekas milik NIS ini difungsikan untuk memperbaiki lokomotif dan gerbong yang rusak akibat perang dunia ke dua. Beberapa lokomotif uap DD52 diperbaiki di bengkel ini. Setelah lokomotif ini dinyatakan siap operasi dan harus segera dikirimkan kembali ke Jawa Barat. Menurut sumber yang sama hanya tersisa jalur Jogja-Magelang-Ambarawa yang dapat dilalui dengan aman. Setelah sampai di Ambarawa lokomotif dapat melanjutkan perjalanan ke Jawa Barat melalui Kedungjati kemudian ke Semarang.
Secara teknis dari kekuatan jalan rel antara Jogja-Ambarawa seharusnya sudah memumpuni. Menurut majalah De Ingenieur edisi 28 Mei 1904, dari artikel yg ditulis oleh G.M. Gratama, beliau menjelaskan soal peraturan beban gandar untuk lintasan di Jawa harus bisa menahan beban gandar loko seberat 13,6 ton dimana peraturan ini berlaku sejak 1904. Pada lintasan jalur Jogja-Magelang-Ambarawa syarat ini sudah terpenuhi.
Berat mati lokomotif DD 52 sekitar 97 ton, apabila dibagi per-as roda yang jumlahnya 9 maka pembagian berat sekitar 10-11 ton per as.
Untuk radius belok pada jalur ini juga masih masuk kriteria yang dapat dilalui. Dimana radius jari-jari minimalnya masih diangka 150meter. Radius ini sangat aman untuk lokomotif mallet sekalipun karena sistem rodanya yang dapat ber-artikulasi.
Lalu kenapa diperlukan 3 unit lokomotif tipe B25 sekaligus untuk membawa lokomotif ini? Setelah saya lihat artikel tulisan terkait. Lokomotif DD52 ini berjalan dalam kondisi dingin atau tidak dihidupkan. Meskipun DD52 di desain untuk melibas jalur pegunungan namun jalur Gemawang-Bedono-Jambu memiliki gradien 6,5% atau 65 permil yang terlalu curam untuk lokomotif mallet sekalipun. Maka dari itu dibutuhkan 3 lokomotif bergigi untuk menahan laju gerak dan mendorong lokomotif bongsor ini agak tidak terlalu cepat dan terpelanting keluar rel.
Melihat dokumentasi yang tersedia diatas, terdapat 3 lokomotif tipe DD52 yang berhasil dipindahkan dalam operasi ini. Namun, sampai saat ini saya belum mendapat total berapa lokomotif yang dipindah dan nomor berapa saja. Dapat dilihat pula komponen penghalau rintangan atau cowcatcher lokomotif dilepas untuk melewati jalur bergigi yang profil besinya lebih besar.
Sebuah sejarah yang luar biasa dimana ternyata selain terkenal akan jalur perjuangan kemerdekaan atau Palagan Ambarawa jalur ini juga menyimpan cerita yang unik dan mustahil.
Ario says:
Ruaaarrrrr biasaaaaaaa, ternyata karena keterbatasan suatu hilll yang mustahalll bisa diupayakan,
Hamba masih sangat polos ternyata
Yoga Cokro P. says:
haduh.. kalo kang arya polos, saya bugil atuh…
Paulus says:
Dan ternyata jalur pantura ex SCS juga saat itu sudah mampu dilewati DD52 walaupun aslinya kelas trem